Disdag Kabupaten Kediri Ancam Pedagang Pasar Ngadiluwih yang Ngeyel

Kediri (cokronews.com) — Dinas Perdagangan (Disdag) Kabupaten Kediri meminta pedagang Pasar Ngadiluwih lama harus pindah ke tempat penampungan pedagang sementara (TPPS). Batas terakhirnya hari ini (17/3/2024). Jika tak mau pindah, disdag mengancam akan menarik lapak atau los milik pedagang.

“Pasar Ngadiluwih lama akan segera dibongkar. Maka pedagang wajib segera pindah,” tegas Kepala Disdag Tutik Purwaningsih.

Hal itu diperkuat dengan kesepakatan, yang menyebut pedagang pindah paling lambat hari ini. Kemudian, besok disdag sudah menutup pasar lama. Tidak boleh ada aktivitas di tempat tersebut.

“Pembongkaran pasar lama sebagai persiapan pembangunan tahun depan,” sambungnya.

Terkait ancaman bagi pedagang itu, Tutik mengatakan disdag memang tak akan mendenda. Namun, jika lapak tetap kosong akan diambil alih oleh mereka.

“Kami ada batas maksimalnya. Jika tidak difungsikan semestinya, maka akan kami tarik,” ancamnya.

Hal serupa juga diserukan untuk pedagang di Pasar Wates. Bedanya, para pedagang Pasar Wates diberi tenggat waktu hingga 25 Maret. Bila sampai waktu itu tak digunakan, disdag memiliki kewenangan untuk mengambil alih.

Perintah harus mengisi TPPS itu direspon para pedagang. Mereka mulai boyongan ke penampungan. Meskipun belum tuntas.

Nurindah, 42, misalnya, mengaku perlu melakukan persiapan sebelum benar-benar pindah. Bukan hanya memboyong barang dagangan saja, melainkan memberi tahu para pelanggannya.

“Gak bisa ujug-ujug pindah. Harus kabar-kabar dulu biar langganan tidak bingung,” ujarnya singkat.

Seperti diberitakan sebelumnya, 11 Januari lalu, ada 435 pedagang di Pasar Ngadiluwih yang melakukan untuk mendapatkan lapak di TPPS yang berjumlah 442 unit. Mereka adalah yang terdampak kebakaran beberapa tahun lalu.

Mereka yang pindah itu terdiri dari 84 pedagang sayur, 38 pedagang daging, dan 41 pedagang kelontong. Sisanya adalah pedagang campuran seperti buah, pakaian, dan gerabah.

Sementara itu, di Kota Kediri, ratusan kios baru Pasar Grosir Ngronggo belum banyak yang menempati meskipun sudah di-soft launching Kamis (7/3/2024). Selain masih perlu mendapatkan finishing, beberapa pedagang disebut belum melunasi biaya sewa.

Total, ada 107 kios baru yang selesai dibangun. Lokasinya di sisi utara pasar. Namun, operasional secara penuh menunggu selesainya beberapa fasilitas pendukung.

“Ada beberapa fasilitas pendukung yang harus kami kerjakan. Seperti gapura dan kamar mandi. Targetnya selesai 1 April,” terang Direktur Utama Perumda Pasar Joyoboyo Kota Kediri Djauhari Luthfi.

Meskipun begitu, beberapa pedagang sudah mulai bersiap menempati kios baru. Seperti menggelar selamatan di masing-masing kios berdasarkan hari baik masing-masing.

Dengan proses finishing yang masih berlangsung, Luthfi menyebut pihaknya optimistis operasional bisa mulai berjalan sebelum Hari Raya Idul Fitri.

“Insya Allah sebelum Lebaran sudah selesai dan ditempati semua. Pertengahan puasa ini sudah mulai ditempati,” tandasnya.

Selain itu, ada beberapa penyewa yang belum melunasi pembayaran. Hal ini juga berpengaruh pada proses penempatan.

“Karena kios ini dikelola paguyuban pedagang, jadi sebelum lunas, kunci belum dikasihkan. Itu sesuai yang disepakati. Tapi namanya sudah ada,” imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya proyek pembangunan ratusan kios baru itu dilakukan dengan sistem built, operate, transfer (BOT). Dalam hal ini, paguyuban yang membangun dan mengelola kios selama 10 tahun. Hanya saja, untuk pengelolaan akan tetap di bawah naungan Perumda Pasar Joyoboyo.

“Dalam perjanjian kerja samanya, pengelolaan seperti parkir masuk, toilet, dan fasum itu perumda. Paguyuban hanya kios selama 10 tahun. Setelah itu dikembalikan kepada perumda lagi kiosnya,” jelasnya terkait pembangunan kios yang menelan anggaran Rp 8,3 miliar itu.

Kawasan pertokoan baru itu terbagi dalam delapan blok. Ratusan kios baru pasar grosir berdiri di lahan bekas pembangunan sebelumnya pada 2014 silam. Namun, proyek pembangunan kios itu sempat dihentikan karena dianggap bertentangan dengan hukum. Proyek yang hampir setengah jadi itupun sempat mangkrak hampir 10 tahun lamanya.

Permasalahan hukum beberapa tahun silam itu antara lain karena proyek dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW). Yaitu, kawasan proyek pada saat itu seharusnya digunakan sebagai pelataran parkir mobil barang (PPMB).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *