Madiun ( cokronews.com )— Upaya pelibatan masyarakat dalam menjaga kelestarian satwa liar dan habitatnya kembali digaungkan melalui pendekatan berbasis komunitas. Pada Minggu pagi, 25 Mei 2025, sebanyak 13 desa dari wilayah Kecamatan Sawahan, Kabupaten Madiun, berkumpul dalam kegiatan Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan di Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang digelar di The Sun Hotel, Kota Madiun.
Kegiatan ini difasilitasi oleh Anggota Komisi B DPRD Provinsi Jawa Timur, Drs. Pudji Wahju Widodo, bekerja sama dengan Organisasi Masyarakat Budhi Luhur Madiun. Hadir sebagai narasumber dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur, yakni Kepala Bidang Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Wilayah I Madiun, Agustinus Krisdijanto, bersama tim dari mitra konservasi Jaga Satwa Indonesia (JSI).
Dalam paparannya, narasumber menyampaikan tiga poin penting kepada masyarakat, yaitu:
- Tugas dan fungsi BBKSDA Jawa Timur dalam konservasi keanekaragaman hayati.
- Regulasi yang mengatur pelindungan satwa dan habitat berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, beserta aturan turunannya.
- Tata cara penanganan interaksi negatif antara manusia dan satwa liar, termasuk prosedur evakuasi yang aman dan legal.
“Kita ingin masyarakat tidak hanya menjadi penonton dalam upaya konservasi, tetapi aktor utama yang memahami hak dan kewajiban dalam melindungi alam,” tegas Agustinus Krisdijanto dalam sambutannya.
Desa-desa yang terlibat dalam kegiatan ini merupakan wilayah penyangga kawasan hutan di lereng Gunung Wilis, kawasan yang dikenal sebagai habitat alami berbagai satwa liar dilindungi, seperti macan tutul, lutung jawa, dan berbagai jenis burung endemik. Di sisi lain, wilayah ini juga menjadi lokasi yang rentan terjadi interaksi negatif antara manusia dan satwa liar, terutama saat satwa masuk ke permukiman untuk mencari makan akibat rusaknya habitat alaminya.
Sosialisasi ini menjadi momentum penting untuk membumikan semangat konservasi hingga ke tingkat akar rumput. Melalui pendekatan dialogis dan partisipatif, kegiatan ini membuka ruang diskusi dua arah antara masyarakat dan pihak berwenang untuk berbagi pengalaman dan solusi dalam menjaga keberlanjutan ekosistem lokal.
Selain penyampaian materi, peserta juga diajak berdiskusi mengenai pengalaman mereka dalam menghadapi satwa liar, serta merumuskan langkah awal membentuk jejaring masyarakat peduli konservasi di tingkat desa.
Dengan meningkatnya tekanan terhadap lingkungan akibat aktivitas manusia, kolaborasi antara pemerintah, masyarakat lokal, dan mitra non-pemerintah menjadi kunci utama dalam menjaga kekayaan hayati Jawa Timur. Harapannya, ke depan akan terbentuk komunitas penjaga hutan dan satwa berbasis desa yang mampu menjadi mitra aktif dalam pelestarian alam.
Kegiatan ini menegaskan komitmen semua pihak bahwa pelestarian alam bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata, tetapi tugas bersama seluruh elemen masyarakat.