Oleh : Kolonel Inf. Andy Irawan Ch, S.Sos., S.IP., M.I.Pol.
Perwira Staf Ahli Pangdam XIII/Merdeka
Manado ( cokronews.com)—31 Desember 2021, Perkembangan lingkungan global menunjukkan peningkatan eskalasi ketegangan dibelahan dunia lain seperti di China, Timur Tengah, Eropa dan Amerika Serikat atas demokrasi yang belum sepenuhnya menunjukkan kriteria yang memuaskan melalui sejumlah persoalan tentang HAM dan populisme. Globalisasi dan kemajuan teknologi informasi kenyataannya berada pada situasi yang ambigu karena di era saat ini justru banyak terjadi krisis demokrasi. Sikap otoritarian dalam penyelesaian berbagai persoalan humaniter membuktikan bahwa demokrasi belum menemukan bentuk yang mapan, banyak keputusan dihasilkan dari ruang tertutup. Hal ini turut dipicu akibat menguatnya dominasi sejumlah aktor dalam berbagai korporasi multinasional yang mengintervensi perekonomian dan kiprahnya menyasar memasuki ruang politik publik. Gejala ini dapat ditengarai sebagai sifat posmodernisme sehingga tidak ada kesepakatan bersama. Pandangan ini adalah perspektif Featherstone, 1987 (Teori modernitas : Bryan Turner). Indonesia sendiri meski dinilai telah memiliki kemajuan dalam demokrasi pasca reformasi, namun kondisi politik global penting untuk dicermati karena dapat mempengaruhi iklim pluralitas. Sejumlah persoalan perekonomian dan munculnya pandemi juga turut menjadi pemicu sulitnya mencapai kesepakatan bersama. Pada aspek Pertahanan hal ini dapat pula diasumsikan sebuah dimensi perang baru seperti hybrid dan interconnected war (perang campuran dan peperangan yang saling terkait). Persoalan Pertahanan meliputi berbagai dimensi dan tentu bukan semata-mata tugas tentara.
Penyebab kondisi ini serasa penting untuk dibahas, dipisahkan menjadi bagian-bagian untuk memudahkan dibaca dan menumbuhkan gagasan sebagai sebuah pertimbangan dalam pemilihan strategi guna menyikapi tingkat kerawanan ancaman keamanan demokrasi di Indonesia. Faktor yang turut andil terkait geostrategi kita pada posisi silang lalu lintas dunia serta dikelilingi berbagai perbedaan baik budaya, bahasa maupun kepercayaan sehingga menimbulkan banyak kepentingan yang berpengaruh pada ketahanan nasional. Secara kualitatif respon terhadap masalah ini diukur dari tanggapan masyarakat terhadap kesejahteraan, penegakan hukum maupun dalam hal distribusi informasi dan hak-hak politik. Hal tersebut merupakan ancaman dan termasuk fenomena baru yang berpengaruh pada stabilitas nasional. Simtomnya adalah seperti keresahan publik sampai dengan kebingungan individu, konflik sosial, konflik horizontal maupun vertikal yang melemahkan integritas dan soliditas NKRI.
Jika dibuat analogi seperti dalam dunia kesehatan bila seseorang sakit maka sakit adalah mekanisme tubuh dan diperlukan dokter untuk merawatnya sementara kejiwaan yang terkena sakit diperlukan psikolog atau psikiater. Pada sistem demokrasi rakyat adalah pelaku demokrasi yang dalam keadaan normal tidak memerlukan bantuan siapapun untuk memilih atau dipilih dalam satu bagian demokrasi, atau pada bagian lain ketika sekelompok masyarakat mengemukakan harapannya pada satu sketsa pembangunan. Akan tetapi jika terdapat masalah dalam berdemokrasi maka unsur-unsur yang bertindak sebagai wakil rakyat atau pihak yang berwenang harus bekerja maksimal dan jika perlu antar aktor harus berkordinasi sebagaimana satu bertindak layaknya dokter dan lainnya bertindak seperti psikolog dan psikiater. Sejauh ini hampir jarang terdapat konflik antara dokter dan psikolog atau psikiater. Masing masing memahami dimana harus memaksimalkan peranannya sehingga akhirnya terjadi integrasi tanpa harus berpolitik untuk menyembuhkan pasien. Dalam dimensi global sikap otoritarian para pemimpin dunia dapat saja dimaksudkan untuk mengontrol atau mengendalikan perdamaian akan tetapi juga dapat menimbulkan clash demokrasi dimanifestasikan seperti ancaman sebagaimana penyakit, justru hal tersebut menyerang kekebalan tubuh atau menyerang secara psikologis dan kejiwaan sehingga menimbulkan ketakutan secara luas. Disini, kepentingan politik global dapat mengalahkan rasionalitas hanya demi menyelamatkan kepentingan negara negara yang memiliki superioritas. Interaksi yang padat pada negara-negara disekitar kawasan menyangkut transformasi budaya dan perekonomian turut memberikan sumbangan terhadap perubahan perilaku para aktor demokrasi.
Penguasaan SDA dan wilayah perairan oleh negara lain maupun pendudukan daratan berupa kepulauan tertentu merupakan kesempatan membaurkan budaya dan berdampak melahirkan penjajahan gaya baru dalam menguasai suatu wilayah. Semua ini adalah ancaman yang tidak memiliki kejelasan antara ancaman militer atau ancaman bukan militer. Apakah dimensi ancaman demokrasi pada akhirnya mempengaruhi pertahanan negara, hal ini bukanlah keniscayaan sebab demokrasi adalah sebuah ruangan yang berisi bukan hanya sistem namun aktor dan intrik dalam politik baik dalam maupun luar negeri yang saling terkait. Jika terjadi konflik meluas maka akan melemahkan pertahanan dan ketahanan nasional. Di tengah kehidupan kita akhir-akhir ini terdapat banyak kejahatan, dan konflik serta tindak kekerasan yang dibarengi dengan persepsi disintegrasi bagi sebagian kecil masyarakat. Hal tersebut perlu diwaspadai bersama dalam konteks demokrasi.
Tentang tugas pokok TNI dalam UU Nomor 34 Th 2004 tentang TNI yaitu menjaga kedaulatan negara tentunya termasuk kedaulatan berdemokrasi, kedaulatan ekonomi, kedaulatan wilayah maupun SDA dan juga kedaulatan terhadap kebijakan serta menjaga keselamatan bangsa dan negara sesuai dengan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta tentu akan menghadapi tantangan yang sedemikian dinamis.
Sejauh ini upaya yang dilakukan TNI terlebih pada masa pesta demokrasi masih amat terbatas seperti dalam pemantauan dan diseminasi berbagai kebijakan. Kondisi ini masih memungkinkan untuk ditingkatkan kedepannya seperti lebih menjamin bahwa proses pemilihan akan taat azaz dan konsisten, serta kemerdekaan (freedom) bagi rakyat untuk mengemukakan aspirasi mereka. Peran dan fungsi TNI perlu diintegrasikan dengan berbagai fungsi lembaga-lembaga pemerintahan dalam menyikapi perbedaan persepsi pada faktor politik, sosial budaya maupun lingkungan dalam wujud kebhinnekaan tak terkecuali pada pesta demokrasi. Seperti sebaran TPS yang semakin besar tentunya menuntut kehadiran prajurit di perkampungan-perkampungan untuk turut mengawasi bukan hanya mekanisme pada saat pencoblosan saja tetapi juga hasil suara dari dan menuju ketempat penyimpanannya. Jika terjadi penyimpangan ketentuan yang disepakati maka TNI baik diminta atau tidak harus menghentikan pelanggaran tersebut.
Dampak dari kecurangan demokrasi sangat berpengaruh pada kedaulatan negara. Ini akan melahirkan peperangan gaya baru dalam jangka panjang dan sulit untuk dimenangkan jika aktor-aktor lawan melakukan model demokrasi sebagai strategi berperang. Berdasarkan UU TNI, usaha penangkalan merupakan fungsi melekat dengan tugas pokok seperti pada perlindungan kekayaan alam/SDA dimana kehadiran TNI menunjukkan hasil yang signifikan tetapi masih terhalang kuantitas personelnya dan sejumlah SOP yang perlu dibangun agar lebih efektif dan efisien. Dalam menghadapi berbagai ancaman bersenjata baik dari dalam maupun luar negeri perlu dipersiapkan lebih maksimal dengan dukungan administrasi dan logistik seperti menghadapi separatisme dan terorisme, perang biologi dan senjata pemusnah massal. Demikian pula didaerah rawan yaitu perbatasan dan pulau terluar dioptimalkan strategi teritorial dan pemenuhan alustsita.
TNI juga melaksanakan komunikasi sosial dengan para stake holders karena berbagai ancaman terhadap sumber daya tersebut diatas dapat terus meningkat dan pelemahan kekuatan TNI dapat dilakukan oleh berbagai aktor baik dari dalam/luar negeri. Kerentanan aspek asta gatra yang perlu untuk diwaspadai akhirnya menjadi bertambah karena adanya pluralisme dan keterbukaan komunikasi sehingga pengelolaan perbedaan tersebut pada dimensi sosial menjadi tantangan tersendiri dihadapkan dengan luas wilayah dan jumlah penduduk. Jika penjajahan atas demokrasi menjadi tidak terkontrol dan selanjutnya tidak dapat dicegah maka hal ini dapat menyebabkan peralihan wilayah teritorial dan isi didalamnya ke negara-negara asing. Situasi tersebut menuntut peran serta TNI dalam mengawal demokrasi, memposisikan gelar kekuatan secara berimbang. Pertahanan Negara yaitu sistem Pertahanan yang bersifat semesta tidaklah memisahkan TNI dari rakyat namun sebaliknya TNI bersama-sama rakyat bahu membahu dalam mensukseskan Pembangunan Nasional dalam agenda demokrasi. Oleh karenanya sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata) adalah bercirikan kerakyatan, kesemestaan dan kewilayahan. Kerakyatan artinya orientasinya adalah mengabdi kepada rakyat, kesemestaan berarti mendayagunakan segenap potensi yang ada dan kewilayahan bermakna gelar kekuatan secara menyeluruh diwilayah NKRI. Pedoman netralitas TNI adalah harga mati dimana prajurit TNI telah memiliki rambu-rambu untuk tidak berpihak dan netral dalam Pemilu/Pilkada demi menjaga keberlangsungan cita-cita mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
Dari uraian di atas, maka peran serta TNI dalam demokrasi yang berkeadilan merupakan strategi pelibatan TNI karena TNI adalah tentara rakyat dan hidup bersama rakyat dalam ruang publik. Implementasi tersebut dapat diwujudkan melalui berbagai kegiatan dan kewenangan yang diperluas sesuai dengan tuntutan ancaman demokrasi yang dipandang mendesak demi keberlangsungan hidup bangsa dan negara. Mengoptimalkan Peran TNI dalam demokrasi adalah urgensi peran TNI masa depan dalam menegakkan kedaulatan NKRI dan menjaga keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa dari berbagai ancaman.