Jakarta (cokronews.com) —- Setelah Munas Pertama dan Launching Dewan Pergerakan Advokat RI (DePA-RI) di Yogya akhir Agustus lalu, organisasi profesi yang dikomandani TM Luthfi Yazid itu mengirimkan Wakil Ketua Umumnya, Akhmad Abdul Aziz Zein ke Jepang terkait banyaknya kasus penipuan TKI oleh WNI yang berada di Jepang, Sastra Eliza.
“Alhamdulillah Wakil Ketua Umum DePA-RI diterima dengan baik oleh Dubes RI untuk Jepang, Bapak Heri Akhmadi serta dapat berdiskusi dengan pihak KBRI Tokyo terkait kasus Sastra Eliza,” kata Ketua Umum DePA-RI Luthfi Yazid dalam perbincangan dengan wartawan di Jakarta, Minggu (8/9/2024).
Menurut Luthfi, Dubes Heri Akhmadi adalah mantan aktivis mahasiswa ITB sehingga cukup peka terhadap masalah ketidak-adilan, termasuk kasus penipuan oleh orang Indonesia di Jepang terhadap calon-calon tenaga kerja ataupun magang di negeri Sakura itu.
Ia menjelaskan, terdapat ratusan korban dari berbagai daerah di Indonesia dalam kasus penipuan dimaksud. Awalnya para korban dididik di sebuah Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) di Indonesia, dan biasanya para trainee yang akan bekerja di Jepang memang diharuskan belajar bahasa dan budaya Jepang serta cara beradaptasi di negara itu.
Khusus dalam kasus Sastra Eliza itu para korban diiming-imingi untuk mendapatkan pekerjaan di Jepang dengan menyetor sejumlah uang ke sebuah LPK melalui Saudari Eliza, seorang pekerja Indonesia di Jepang.
Namun kesempatan kerja yang ditunggu-tunggu tak juga datang. Jumlah korban semakin banyak, dan semakin banyak pula pengaduan yang diterima KBRI Tokyo sejak 2021/2022. Adapun jumlah uang yang terkumpul dari para korban diperkirakan mencapai Rp 35 miliar
Kebetulan Ketua Umum DePA-RI Luthfi Yazid pernah menjadi peneliti dan mengajar tahun 2010-2012 di University of Gakushuin di Tokyo serta memiliki hubungan baik dengan para pengacara di Jepang.
Setelah dihubungi Counsellor di KBRI Tokyo Titi Hamzah untuk mendapatkan nasihat hukum, DePA-RI kemudian mengutus Akhmad Abdul Aziz Zein ke Jepang untuk memberikan nasihat serta bantuan hukum secara pro-bono alias cuma-cuma.
“Saat ini DePA-RI terus berkordinasi dengan pihak KBRI serta pengacara Jepang terutama yang ada di Tokyo untuk mencari Saudari Eliza serta mengkaji langkah-langkah apa yang dapat dilakukan ke depannya,” kata Ketua Umum DePA-RI.
Ikhtiar DePA-RI itu, lanjutnya, dilakukan tanpa mendapatkan bayaran apapun dan dari pihak mana pun, melainkan semata-mata karena niat baik untuk memperjuangkan Justitia Omnibus, keadilan untuk semua, terutama untuk masyarakat yang lemah dan terzolimi.
Ia menambahkan, saat ini ada kecenderungan peningkatan warga Indonesia di Jepang yang terlibat dalam persoalan hukum. Banyak hal yang menjadi pendorong, misalnya faktor bahasa, budaya Jepang yang super disiplin, tekanan kerja, stress, kultur tepat waktu dan kompetisi yang sangat ketat.
Luthfi Yazid yang banyak bekerjasama dengan praktisi hukum Jepang maupun dengan Japan Federation of Bar Association (JFBA) lebih lanjut menyerukan agar Eliza dan LPK-nya bertanggungjawab serta mengembalikan uang para korban dengan cara dicicil atau dengan cara apapun.
Luthfi juga menghimbau kepada warga negara Indonesia untuk tidak mudah tergiur dengan iming-iming pekerjaan di Jepang atau di negara manapun, terlebih pada era medsos ini terdapat banyak kemungkinan terjadinya penipuan karena banyaknya informasi yang menyesatkan dan bersifat hoax.