Kediri (cokronews.com) —– Sebelas warga terdampak Tol Kediri-Tulungagung (Ki Agung) kukuh meminta agar harga tanah mereka di Kelurahan Gayam, Mojoroto dinaikkan. Sebelum hal tersebut dilakukan, mereka mengaku tidak akan memberi persetujuan pelepasan tanah.
Untuk diketahui, penolakan hasil appraisal atau penaksiran harga sudah dilakukan sejak musyawarah pertama awal Februari lalu. Selanjutnya, di musyawarah kedua Kamis (7/3/2024) lalu, sebelas warga terdampak kompak memboikot dengan tidak hadir. Penyebabnya sama, aspirasi warga yang meminta kenaikan harga tanahnya tidak diakomodasi.
Nur Kholis, salah satu warga terdampak menyesalkan belum adanya perubahan harga hingga minggu pertama Maret ini. Padahal, menurutnya warga sudah memberi pertimbangan yang sesuai dengan realita lapangan.
“Sekarepe dewe (tim pembebasan lahan, Red). Semua harus menurut dia. Padahal yang kami sampaikan sudah sesuai realitasnya,” kata Nur Kholis.
Meski sudah memasuki tahap musyawarah kedua, Nur Kholis menyebut warga tetap meminta agar hasil appraisal bisa diubah. Yakni, dengan menaikkan besaran uang ganti rugi di sana.
“Nampaknya warga masih resah. Kenapa harga terlalu rendah, sedangkan kami sudah mengajukan dengan dasar yang kuat. Tetap tidak diterima,” keluhnya.
Ia berharap, panitia pengadaan tanah bisa mempertimbangkan usulan warga. Menimbang kawasan tersebut yang menurut klaim warga merupakan daerah strategis.
“Harganya terlalu jauh di bawah. Disamakan dengan tanah di daerah Manyaran dan Tiron (Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri, Red). Padahal kami di Kota Madya,” jelasnya.
Sementara itu, sebelumnya Ketua TPT Jalan Tol Kediri-Tulungagung Linanda Krisni Susanti mengatakan, musyawarah kedua juga bertujuan untuk membahas bentuk ganti kerugian. Sayangnya, warga justru tak hadir di pertemuan tersebut.
“Sebenarnya musyawarah ini kan untuk penetapan bentuk ganti kerugiannya. Mengenai nilai kan sudah bersifat final, tunggal, dan mengikat. Kalau musyawarah kesatu belum sepakat, yang kedua mau datang dan menyetujui dulu nilainya berapa, baru memilih dalam bentuk apa,” paparnya sembari menyebut pilihan bentuk kerugian bisa berupa uang atau tanah pengganti dengan relokasi.
Karenanya, menurut perempuan yang akrab disapa Nanda itu forum musyawarah kedua bisa jadi kesempatan warga mengklarifikasi bentuk ganti kerugian yang dikehendaki. “Kalau memang tidak mau dalam bentuk uang, bisa nanti menulis di berita acara meminta bentuk ganti kerugian apa,” tandasnya.
Seperti diberitakan, pemilik 11 bidang tanah di Kelurahan Gayam diundang dalam musyawarah kedua Kamis (7/3/2024) lalu. Hingga satu jam panitia menunggu, tidak ada warga yang datang. Pertemuan yang digelar di Balai Kelurahan Gayam itupun terselenggara tanpa kehadiran warga terdampak.
Belakangan diketahui, warga kompak mangkir dari panggilan forum penetapan bentuk ganti kerugian itu. Mereka sepakat tak hadir karena dalam perkembangannya tak sesuai dengan tuntutan warga. Salah satunya, meminta tim penilai dari KJPP transparan dengan membuka data penilaian.
“Karena melaksanakan ketentuan undang-undang, proyek ini harus tetap berjalan. Maka atas pihak-pihak yang belum setuju, harus diundang lagi sampai nanti musyawarah ketiga. Hari ini musyawarah kedua, ternyata warga tidak berkenan hadir,” tegas Nanda (7/3/2024).