Warga Mojoroto Kota Kediri yang Terdampak Tol Kediri-Tulungagung Mulai Bongkar Bangunan

Kediri (cokronews.com) — Pengadaan tanah untuk proyek Tol Kediri-Tulungagung akses bandara terus dikebut. Selain Kelurahan Semampir yang sudah menerima surat perintah pengosongan, sejumlah warga terdampak di Kelurahan Mojoroto berinisiatif membongkar bangunan lebih awal.

Pantauan koran ini, sedikitnya ada dua bangunan di Jl Kawi yang mulai dibongkar oleh pemiliknya. Yakni, tempat praktik dokter dan kafe. Di sisi lain juga ada beberapa bangunan yang mulai dibongkar.

Terkait hal tersebut, Ketua Tim Pengadaan Tanah (TPT) Jalan Tol Kediri-Tulungagung Linanda Krisni Susanti membenarkannya. Untuk diketahui, dari total 294 bidang terdampak tol di Kelurahan Mojoroto, 271 di antaranya sudah dibebaskan. Namun, untuk ruas Kota Kediri, baru Kelurahan Semampir, Kecamatan Kota yang sudah dilayangkan surat perintah pengosongan.

“Itu (beberapa bidang di Kelurahan Mojoroto, Red) mereka kesadaran masing-masing. Jadi kami mengapresiasi hal itu,” ujar Linanda.

Surat perintah pengosongan bangunan, terang Nanda, sebenarnya baru diberikan saat konstruksi akan dimulai. TPT akan menyurati warga terdampak agar membongkar aset yang dimiliki.

“(Di Kelurahan Mojoroto) ada yang baru terkena sebagian rumahnya. Ada yang mereka belum bisa membeli di tempat baru. Jadi belum mampu pindah. Ada hal-hal seperti itu di lapangan,” lanjutnya sembari menyebut surat pengosongan akan dilayangkan sebulan sebelum konstruksi tol dimulai.

Seperti sebelumnya, perempuan yang akrab disapa Nanda itu menyebut proyek tol akan dimulai lebih dulu untuk akses Bandara Dhoho. Konstruksi dimulai dari Desa Tiron, Banyakan. Sedangkan di Kota Kediri mulai dari Kelurahan Semampir. Dari sana akan dibangun jembatan melintasi Sungai Brantas menuju ke bandara.

“Karena itu (jembatan, Red) yang butuh waktu lama. Membangun jembatan itu bisa satu tahunan,” tandasnya.

Sementara itu, beberapa warga terdampak mengaku masih belum menemukan lokasi hunian baru. Salah satunya Subroto Bayu, warga terdampak di Kelurahan/Kecamatan Mojoroto.

Demi proyek strategis nasional ini, ia harus rela melepaskan aset hunian dan usaha miliknya. Rumah pribadi dan kos-kosan yang berdiri di atas tanah seluas 844 meter persegi itu harus segera ia robohkan. Menyusul hak atas tanahnya yang sudah sah dimiliki negara per Senin (18/3/2024) lalu.

“Nggak ada pilihan untuk menolak,” ujarnya terkait keputusannya mau melepaskan tanahnya.

Meski begitu, Subroto belum tahu pasti kapan akan mengosongkan bangunannya. Sebab, dia harus mencari tanah baru untuk membangun rumah dan membuat usaha kos-kosan baru. Sedikitnya dia butuh waktu selama enam bulan.

“Dulu juga pernah kami tanyakan terkait dari pemrakarsa atau BPN kapan batas waktu kita harus meninggalkan tanah. Itu katanya menunggu informasi lebih lanjut,” sambungnya sembari menyebut jika dirinya hanya punya waktu sebulan untuk pindah, hal tersebut cukup merepotkan.

Terkait harga yang ditawarkan, Subroto memilih ikhlas menerima nominal yang diajukan tim kantor jasa penilai publik (KJPP). Meski, nilai itu di luar ekspektasinya.

“Ekspektasi kami harga tanah Rp 5 ju per meter. Kalau di daerah saya, dapatnya Rp 3,2 juta (per meter, Red),” paparnya sembari mengakui dirinya masih terbantu dengan ganti rugi di luar tanah. Mulaiganti rugi materiil, lama tunggu, solatium, serta ganti rugi dari bangunan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *