Riwayat Masjid Agung dan Cikal Bakal Berdirinya Kabupaten Lamongan

Lamongan (cokronews.com) — Sejarah Masjid Agung Lamongan yang berada di Alun-alun Kota tak bisa dipisahkan dengan sejarah dengan berdirinya kabupaten setempat. Masjid dengan gaya arsitektur khas Jawa ini dibangun pada 1908.

Masjid Agung Lamongan dibangun Mbah Yai Mahmoed yang mewakafkan tanahnya pada 1908. Pembangunannya dilakukan saat Lamongan di bawah kepemimpinan Adipati bernama Djojodinegoro, Sabtu (23/3/2024).

Sekretaris Takmir Masjid Agung Lamongan Yunani CN mengungkapkan setelah dibangun, kepengurusan masjid selanjutnya diserahkan ke KH Mastur Asnawi.

“Mbah Yai Mahmud yang menurut sejarah adalah orang asli Bojonegoro, yang kemudian oleh Mbah Yai Mahmoed diserahkan untuk dikelola ke KH Mastur Asnawi usai mukim selama 20 tahun mukim di Makkah,” kata Yunani.

Setelah dikelola, Mbah Yai Mastur selanjutnya mengajak para kiai, ulama dan tokoh masyarakat di Lamongan untuk gotong royong membangun kembali masjid tersebut.

Cikal bakal masjid yang menggunakan empat buah kayu jati yang dipergunakan sebagai soko guru masjid itu didatangkan dari berbagai daerah. Tiga buah kayu jati diantaranya didatangkan dari Asembagus, Situbondo dan 1 lagi berasal dari Demak, Jawa Tengah.

“Kayu jati tersebut diangkut dengan cikar atau pedati dan sudah disambut dengan meriah begitu tiba di perbatasan kota,” tutur Yunani.

“Saat itu masjid ini dibangun dengan gaya arsitektur Jawa, yaitu beratap tumpang 3 yang mengandung arti iman, Islam dan ikhsan,” imbuh Yunani.

Masjid Agung Lamongan sudah beberapa kali melakukan renovasi sejak awal didirikan hingga ke bentuknya yang sekarang, namun tetap mempertahankan sejumlah benda yang merupakan objek cagar budaya. Benda-benda tersebut adalah dua buah gentong, dua buah batu pasujudan (Prasasti) yang berada di depan masjid.

Masuk ke dalam masjid, kita akan melihat di tengah-tengah bangunan masjid ini masih mempertahankan bangunan asli atau bangunan awal ketika masjid ini didirikan, yaitu tiang besar penyangga masjid yang terbuat dari kayu jati.

Menara awal yang dibangun pada sekitar tahun 1970-an juga masih tetap dipertahankan. Lokasi tempat azan yang berada di loteng atau ketinggian juga masih ada meski sudah tidak digunakan kembali.

“Ada beberapa kali pengembangan dengan tetap mempertahankan nilai awal hingga ke bentuk seperti yang ada saat ini,” papar Yunani.

Tidak banyak yang tahu pula, di dalam masjid ini ada 4 nisan makam yang berada di sisi utara masjid. Empat nisan tersebut adalah nisan Kiai Mahmoed.

Kemudian nisan kosong yang rencananya untuk istri Kiai Mahmoed yang hingga kini belum diketahui keberadaannya, lalu nisan Kiai Mastoer Asnawi dan nisan yang berisi peralatan pertukangan milik dari Mbah Yai Mahmoed.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *