Kediri (cokronews.com) — Status aset tanah di kawasan Simpang Lima Gumul (SLG) disoal. Kemarin, belasan orang melakukan demo di Pemkab Kediri. Mereka mempertanyakan kejelasan status tanah yang kini dimiliki oleh pribadi tersebut. Padahal, dalam pembebasannya dulu diduga dilakukan oleh Pemkab Kediri, Kamis (21/3/2024).
Pantauan koran ini, massa mendatangi Pemkab Kediri sekitar pukul 09.00. Mereka diterima sejumlah pejabat di ruang rapat badan kesatuan bangsa dan politik (bakesbangpol). Di depan sejumlah pejabat, massa menuding ada kecurangan dalam proses pembebasan tanah di kawasan SLG. Indikasinya, tidak semua aset yang dibebaskan menjadi milik Pemkab Kediri. Melainkan berubah menjadi milik perorangan.
“Kami menanyakan, kenapa aset di beberapa tempat di kawasan SLG menjadi milik perseorangan?” tanya Andri Ashariyanto, ketua LSM Masyarakat Pemantau Korupsi (MAPKO) Nusantara di kompleks Pemkab Kediri kemarin.
Andri mengungkapkan, SLG merupakan proyek milik Pemkab Kediri. Sejak tahun 2003 hingga 2009 lalu, proses pembebasan lahan dilakukan oleh pemkab. Mulai dengan membeli tanah milik masyarakat hingga melakukan tukar guling dengan aset milik desa. Di antaranya Desa Tugurejo dan Desa Sumberejo, Ngasem.
Namun, dalam prosesnya, tanah yang diduga seharusnya menjadi aset pemkab malah menjadi aset milik perseorangan. Setidaknya ada dua titik yang dipermasalahkan oleh Andri dkk. Yaitu, tanah yang kini dibangun hotel dan tanah kosong di depan hotel yang rencananya akan dibangun area pertokoan modern.
“Bagaimana bisa tanah tersebut beralih menjadi aset milik seseorang yang diduga cara mendapatkannya dengan cara memanfaatkan jabatannya saat dulu?” lanjutnya masih dengan nada tanya.
Dalam audiensi kemarin, Andri dkk ditemui oleh sejumlah pejabat. Mulai Plt Kepala Satpol PP Kaleb Untung Satrio Wicaksono, Plt Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) M. Erfin Fatoni, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kabupaten Kediri Agus Cahyono.
Beberapa pejabat tersebut agaknya belum bisa memberi penjelasan secara utuh tentang status tanah di kawasan SLG. Termasuk data terkait proses jual beli dan tukar guling aset desa yang diminta massa.
Terpisah, Kades Tugurejo Agung Witanto yang dikonfirmasi koran ini terkait pemakaian aset desa dalam pembangunan kawasan SLG, membenarkannya.
“Dulu di tahun 2003 dan 2006 desa kami tukar guling dengan pemkab. Kami mendapat ganti tanah di Desa Bulupasar dan Desa Kambingan yang berada di Kecamatan Pagu,” kata Agung.
Dalam proses tukar guling kala itu, menurut Agus aset tanah Desa Tugurejo itu akan digunakan untuk pembangunan kawasan SLG oleh pemkab. Namun, seiring berjalannya waktu, bekas aset milik Desa Tugurejo ternyata dibangun hotel di kawasan SLG. Belakangan, aset tersebut juga bukan milik Pemkab Kediri.
Selain dibangun hotel, bekas aset milik Desa Tugurejo dan Desa Sumberejo juga akan dibangun area pertokoan modern. Lokasinya tepat berada di depan hotel. Pembangunan tersebut diketahui juga dilakukan oleh perseorangan, bukan Pemkab Kediri.
“Jika tahu di kemudian hari tidak dibangun oleh pemkab, maka kami inginnya aset tersebut masih jadi milik desa,” sesal Agung sembari menyebut Pemdes Tugurejo dan Pemdes Sumberejo akan mengikuti audiensi dengan Pemkab Kediri dalam waktu dekat.
Terpisah, Kepala Plt BPKAD Kabupaten Kediri M. Erfin Fathoni menyebut, aset tanah yang dimaksud oleh pendemo bukan milik pemkab. Menurutnya, sejak pembebasan lahan tahun 2003-2009 lalu, tanah tersebut tidak pernah menjadi aset pemkab.
“Saya pastikan jika aset tersebut bukan menjadi milik pemkab,” tegasnya.
Dari total kawasan SLG seluas 37 hektare, menurut Erfin aset pemkab seluas 21 hektare. Tanah tersebut kini dibangun menjadi akses jalan hingga fasilitas umum (fasum). Adapun sisanya diakui Erfin merupakan milik perorangan.
Saat ditanya bagaimana tanah belasan hektare di kawasan SLG menjadi milik perorangan, Erfin tidak bisa menjelaskan prosesnya secara detail. Meski demikian, menurut hipotesanya, proses pemindahan aset dari desa ke perorangan bisa melalui skema pihak desa ke perseorangan atau pihak desa ke pemerintahan daerah lalu ke perseorangan.
“Hal itu bisa saja dilakukan dengan catatan mendapat izin dari gubernur,” tandasnya sembari menyebut dalam audiensi pekan depan pemkab akan mengundang perwakilan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kediri.