Jakarta. (Cokronews.com) — Konferensi iklim Perserikatan Bangsa Bangsa (COP 26) yang juga diikuti oleh Indonesia di Glasgow, Skotlandia menyerukan untuk mempercepat pengembangan, penerapan dan sosialisasi teknologi, dan penerapan kebijakan, untuk melakukan transisi menuju sistem energi rendah emisi, termasuk dengan secara cepat meningkatkan penerapan pembangkit listrik ramah lingkungan dan langkah-langkah efisiensi energi, salah satunya opsi menuju penghapusan bertahap pembangkit listrik tenaga batu bara dan penghapusan subsidi bahan bakar fosil untuk berganti ke energi baru terbarukan
- Sebagai salah satu negara pihak Paris Agreement, Indonesia memiliki target NDC penurunan emisi di Tahun 2030 sebesar 31,89% hingga 43,20%. Terdapat 5 sektor dalam NDC yang berperan dalam penurunan emisi GRK, yaitu energi, limbah, industrial processes and production use (IPPU), pertanian, dan kehutanan. Dari sektor energi, emisi GRK di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2021-2030 seiring dengan meningkatnya penggunaan bahan bakar minyak (BBM), gas, dan batubara.
- Target pengurangan emisi CO2 sektor energi Indonesia sebesar 358 juta ton CO2e atau 12,5% dengan kemampuan sendiri, dan 446 juta ton CO2e atau 15,5% dengan bantuan internasional dari skenario Business as Usual (BAU) pada tahun 2030. Target ini salah satunya didukung oleh kebijakan ‘pensiun dini’ sejumlah PLTU dengan kendala berupa:
a. kebanyakan PLTU yang beroperasi saat ini berusia muda, rata-rata di bawah 11 tahun. Total kapasitas dengan usia tersebut mencapai 25.157 MW
b. beberapa PLTU yang masih dalam tahap konstruksi dengan kapasitas total 10.519 MW – kecil kemungkinannya untuk dibatalkan. - Salah satu opsi yang layak dipertimbangkan sekaligus akan meningkatkan energi terbarukan adalah mengubah pola operasi PLTU dari yang sebelumnya beroperasi 24 jam dalam sehari untuk menopang beban dasar sistem ketenagalistrikan (baseload), menjadi hanya menopang beban puncak pada jam-jam tertentu saja (peak load). Dua negara yang telah melakukan operasi PLTU secara fleksibel adalah Jerman dan India. contoh kesuksesan Jerman menerapkan pola operasi fleksibel sejak 2011 .
- Kemudian sejalan dengan itu sebagai upaya mendorong pemanfaatan energi terbarukan sekaligus mengatasi permasalahan sampah di beberapa kota besar, telah diterbitkan Perpres 35 tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
- Pengolahan sampah melalui Waste to Energy merupakan salah satu solusi, dimana sampah akan diolah menjadi bahan bakar refused derived fuel (RDF) atau solid recovered fuel (SRF) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pencampur/cofiring batubara pada PLTU atau sebagai bahan bakar.
- Cofiring dipilih sebagai solusi juga, karena selain mengurangi penggunaan energi fosil dalam hal ini batubara pada PLTU, juga sebagai alternatif untuk pengolahan sampah tanpa harus membangun PLTSa. Tak hanya itu, cofiring akan mengurangi emisi SOx (emisi Sulfur Oksida/gas buang) karena biomassa seperti kayu mengandung sulfur yang jauh lebih sedikit dibanding batubara.
- Pada dasarnya Penghentian operasi PLTU batubara bermanfaat dari segi ekonomi dan sosial seperti terhindarnya biaya subsidi listrik yang diproduksi dari PLTU batubara dan biaya kesehatan dari biaya aset terbengkalai, penghentian pembangkit, transisi pekerjaan, dan kerugian penerimaan negara dari batubara. Sedangkan manfaat dari PLTU fleksibel adalah untuk mengurangi biaya akibat proses start-up/shutdown yang akan semakin sering jika bauran listrik dari energi terbarukan semakin tinggi.
- Selain itu, operasi fleksibel PLTU dapat memberi keluasan peran bagi pembangkit lain serta penyimpanan energi seperti baterai dan pembangkit listrik berbahan bakar gas alam PLTU fleksibel akan dihentikan setelah pasokan energi terbarukan dapat memenuhi permintaan dan intermitensinya dapat diatasi dengan opsi lainnya, misalnya interkoneksi jaringan listrik, manajemen permintaan listrik melalui mekanisme pasar, dan penyimpan energi alternatif seperti baterai, turbin gas bertenaga hidrogen. (Analis Hukum Sekretariat Kabinet RI)