Kediri. (Cokronews.com) – Kamis (28 Oktober 2021) Manusia adalah zoon politicon kata aristoteles pada zamannya, memang faktanya manusia tak mampu hidup sendiri tanpa ada dan peran serta dari makhluk hidup lain, entah itu hewan, tumbuhan, sesama manusia atau jenis makhluk hidup lainnya.
Untuk bertahan hidup serta menghidupi hidup sepenuhnya manusia pada umumnya memilih untuk bekerja, berinvestasi dan atau menanam saham tetapi tidak jarang juga karena tujuan atau kepentingan tertentu saat ini banyak sekali jenis-jenis pinjaman online yang saya kira jumlahnya cukup fantastis kemudian melahirkan jenis penipuan atau pemalsuan data.
BACA JUGA ; Korem 084/Bhaskara Jaya Menerima Kunker Tim Wasgiat Fungsi Bidang Latihan Mabes TNI AD
Pada dasarnya, pinjam meminjam telah diatur dalam Bab XIII Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), terutama Pasal 1754 KUH Perdata yang menyatakan :
Pinjam pakai habis adalah suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.
Lemahnya dalam hal pinjaman ini masih ada yang percaya dan diyakini bahwa pinjaman tersebut amanah tanpa perjanjian tertulis, adapula yang hanya percaya karena teman baiknya menjadi anggota/member dalam pinjaman online ini. Seharusnya ini merupakan suatu perjanjian, maka pinjam meminjam juga tunduk pada ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata yang menjelaskan :
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
- kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
- kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
- suatu pokok persoalan tertentu;
- suatu sebab yang tidak terlarang.
Masyarakat seharusnya lebih cermat dan bijak dalam bertindak melakukan suatu transaksi apapun khususnya dalam pinjam meminjam atau membuat suatu perjanjian.
R. Subekti dalam buku Hukum Perjanjian (hal. 17), menerangkan bahwa dua syarat pertama dinamakan syarat subjektif, karena mengenai orang atau subjek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan, dua syarat terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai perjanjiannya sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.
Jika syarat objektif tidak terpenuhi, perjanjian batal demi hukum. Sedangkan jika syarat subjektif tidak terpenuhi, salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dapat dibatalkan (hal. 20).
Adapun Dasar Hukum Pinjaman Online atau Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi sendiri diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (“POJK 77/2016”).
Baca juga ; Polda Jatim Grebek Kantor Pinjol Ilegal di Surabaya dan Sidoarjo
Pasal 1 angka 3 POJK 77/2016 menerangkan bahwa layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.
Adapun penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (“penyelenggara”) adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.
Selain itu, pemberi pinjaman adalah orang, badan hukum, dan/atau badan usaha yang mempunyai piutang karena perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Sementara, penerima pinjaman adalah orang dan/atau badan hukum yang mempunyai utang karena perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.
Secara khusus, Pasal 18 POJK 77/2016 menerangkan bahwa:
Perjanjian pelaksanaan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi meliputi:
perjanjian antara Penyelenggara dengan Pemberi Pinjaman; dan perjanjian antara Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman. Selain itu, penyelenggara wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”).[4] Terhadap pelanggaran atas kewajiban tersebut, maka berlaku Pasal 47 ayat (1). Atas pelanggaran kewajiban dan larangan dalam peraturan OJK ini, OJK berwenang mengenakan sanksi administratif terhadap Penyelenggara berupa:
- peringatan tertulis;
- denda, yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
- pembatasan kegiatan usaha; dan
- pencabutan izin.
Sanksi administratif berupa denda, pembatasan kegiatan usaha, dan pencabutan izin, dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi administratif berupa peringatan tertulis. Sanksi administratif berupa denda dapat dikenakan secara tersendiri atau secara bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif lainnya.
Patut diperhatikan bahwa perjanjian hanya berlaku bagi pihak-pihak yang membuatnya sebagaimana bunyi Pasal 1338 KUH Perdata:
Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
BACA JUGA ; Meresahkan Masyarakat, Polres Lumajang Tingkatkan Patroli Daerah Rawan Cegah Premanisme
Adanya gangguan yang dihadapi, dapat melakukan pengaduan kepada OJK berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, OJK melakukan pelayanan pengaduan Konsumen yang meliputi:
menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan;
membuat mekanisme pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan; dan memfasilitasi penyelesaian pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Berdasarkan pengaduan tersebut, OJK bahkan dapat melakukan pemblokiran dan pemberhentian usaha bagi penyelenggara yang tidak terdaftar dan tanpa izin.